Posted by : Edi Sumarno
Saturday, 11 October 2014
Perbanas mengaku, bank-bank di Indonesia masih jauh tertinggal dari Malaysia dan Singapura. Salah satunya dilihat dari kapitalisasi dan permodalan. Bank-bank Singapura menduduki peringkat tiga besar di kawasan ASEAN, disusul bank-bank dari Malaysia.
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan jika pasar bebas ASEAN khusus perbankan resmi diterapkan. Namun, perbankan nasional masih punya waktu sebelum kebijakan ini berlaku 2020.
Untuk bisa bersaing, tidak ada jalan lain selain melakukan revitalisasi kondisi perbankan di dalam negeri. Dengan fokus memperbesar permodalan.
"Saya melihat, pada akhirnya yang penting adalah perbankan nasional ini direvitalisasi. Modal intinya diperbesar," ujar Kepala Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan usai diskusi bertajuk 'Prediksi Ekonomi di tengah Polarisasi Politik Nasional' di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (11/10).
Memperkuat permodalan menjadi strategi utama untuk bersaing. Sebab, perbankan asing semisal bank-bank Singapura dan Malaysia, memiliki kekuatan modal besar. Perbankan nasional perlu memperkuat modal seiring makin besarnya pertumbuhan kredit dalam negeri.
"Kalau tiap tahun pertumbuhan kredit perbankan 20 persen, maka tiap 5 tahun modal perbankan harus dilipatgandakan," jelasnya.
Dalam pandangannya, strategi apapun yang dilakukan perbankan nasional untuk menghadapi pasar bebas, semua akan fokus pada satu hal yakni permodalan. Perbankan nasional harus siap menghadapi persaingan yang bakal semakin ketat. "Kalau bank kan ujung-ujungnya modal," ujarnya.
Terlepas dari itu, yang juga harus dipikirkan dalam konteks persaingan perbankan dalam pasar bebas ASEAN adalah penetrasi sektor keuangan terhadap masyarakat. Fauzi menyebut dua pilihan dalam menghadapi persaingan pasar bebas perbankan ASEAN yakni melindungi bank lokal atau memastikan seluruh rakyat mendapatkan layanan perbankan.
Sebelumnya, ekspansi perbankan asing di dalam negeri cukup kencang. Kondisi ini diperkirakan bakal semakin cepat pada saat pemberlakuan pasar bebas ASEAN khusus perbankan pada 2020. Sementara itu, perbankan Indonesia saat ini justru kesulitan membuka cabangnya di luar negeri.
Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono menilai, masalah ini bukan hanya karena aturan bank sentral negara tersebut. Masalah besar di balik ini semua adalah tidak bisa bersaingnya perbankan Indonesia. Modal perbankan Indonesia masih sangat kecil jika harus bersaing dengan perbankan Malaysia, apalagi Singapura.
"Kita ketinggalan jauh dari Malaysia. Perbankan Malaysia itu nomor 3,4,5 terbesar di ASEAN. Singapura itu nomor 1,2 dan 3. Kita, Bank Mandiri itu saja nomor 10 di ASEAN," kata Sigit, semalam.
Post a Comment