Posted by : Edi Sumarno
Saturday, 11 October 2014

Seperti dilaporkan wartawan merdeka.com, Didi Syafirdi, paling mencolok adalah tampilan para pria dan wanita di Myanmar. Ini bisa langsung dilihat saat pertama kali tiba di Bandara Yangon International.
Selain itu, lalu lintas di sana juga berbeda dengan Jakarta, khususnya di pusat kota. Hanya ada bus, taksi dan mobil pribadi yang melintas. Meski kemacetan kerap muncul di beberapa ruas jalan.
Di negara pejuang demokrasi Aung San Suu Kyi itu, warganya juga ramah. Jadi anda tidak perlu khawatir saat berada di sana.
Berikut empat hal yang dirasakan saat berada di Myanmar:
1.
Perempuan dengan bedak tak rata

Tetapi ini berbeda dengan para perempuan Myanmar. Mereka memakai bedak hanya dibubuhi di sisi kiri dan kanan wajah berbentuk bulatan dan kotak. Di luar sana mungkin mereka bisa diledek 'cemong', karena pakai bedak tak rata.
Htiet Htiet Zaw, mengatakan itu merupakan budaya yang terus diadopsi menjadi kebiasaan oleh warga Myanmar. Bedak yang terasa dingin saat dipakai itu, lanjutnya, juga dapat melindungi wajah.
"Untuk melindungi agar tak terbakar matahari. Ini tradisional," kata Mahasiswi jurusan Bahasa Inggris, Universitas Yangon itu.
Menurut Zaw, pemakai thanaka juga tidak dibatasi usia. Namun memang mayoritas adalah ibu-ibu. "Dari anak kecil hingga nenek-nenek pakai thanaka," tuturnya sambil tersenyum.
2. Pria-pria bersarung di pusat kota

Di sejumlah ruas jalan Ibu Kota, para pria dengan atasan kaos maupun kemeja tetap dipadu dengan sarung. Ketika menjalani rutinitas sehari-hari, bahkan saat membangun rumah mereka pun tidak mengubah pakaiannya.
Menurut warga Myanmar, Muhamad Imtias, memakai longyi bukanlah sebuah keharusan, tetapi hanya kebiasaan. Imtias pun merasa lebih nyaman ke mana-mana bersarung ketimbang mengenakan celana panjang.
"Ini silsilah, turun temurun dari keluarga saya dahulu. Saya kemana-mana selalu memakai ini," katanya saat berbincang dengan merdeka.com.
Rata-rata panjang longyi 2 meter dengan lebar 80 cm. Corak dan bahannya pun beragam. Untuk acara-acara kenegaraan para pemimpin Myanmar juga kerap menggunakannya.
3. Tak ada motor di ruas Jalan Yangon

Namun tak ada motor yang melintas. Pemerintah Myanmar mengeluarkan kebijakan kendaraan roda dua itu dilarang di pusat kota. Ini berdampak positif sehingga lalu lintas tidak terlalu semrawut.
"Motor memang dilarang di kota, adanya di kampung-kampung," kata Abdullah saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu (11/10).
Abdullah tidak mengetahui secara persis sejak kapan aturan itu diberlakukan. Selain alasan kemacetan, dia mengingat larangan itu untuk menekan angka kecelakaan.
"Sering terjadi kecelakaan, dan buat kacau lalu lintas," ujarnya yang sudah 10 tahun jadi sopir taksi.
4. Gerombolan burung gagak di langit Yangon

Sekumpulan gagak pun muncul tidak di saat-saat tertentu saja. Mereka bisa terlihat terbang rendah saat pagi, siang dan sore hari. Ini jelas berbeda dengan di Indonesia, gagak dianggap burung yang kerap muncul di malam hari.
Seorang warga, Moo mengatakan, gagak di Myanmar dikenal dengan sebutan kyi gan. Sedangkan burung disebut ngek. "Di sini kita menyebutnya kyi gan ngek," katanya sambil tersenyum.
Moo yang berprofesi sebagai sopir taksi tidak melihat gagak sebagai burung yang mengerikan. Baginya, sebagai makhluk hidup gagak itu justru harus dilindungi.
"Biarkan kyi gan bebas. Kita justru bisa menikmati itu," tuturnya.
Post a Comment