Posted by : Edi Sumarno
Wednesday, 15 October 2014
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tenggat waktu November 2016 kepada Israel untuk mengakhiri penjajahan yang berlangsung sejak 1967. Palestina juga minta Yerusalem Timur dibebaskan, selanjutnya menjadi bagian dari Palestina, seperti dilansir surat kabar Haaretz, Kamis (2/10). Abbas menyampaikan permohonannya kepada Dewan Keamanan PBB akhir September lalu lewat pengajuan draf resolusi. Manuver ini bisa dilakukan, setelah pada 2012, mayoritas anggota Majelis Umum PBB sepakat menyebut Palestina sebagai negara merdeka. Status Palestina menjadi pengamat non-anggota.
Sesuai usulan Otoritas Palestina, Dewan Keamanan wajib ikut berperan mengantarkan solusi damai untuk mengakhiri penjajahan Israel tanpa ada waktu jeda. Draf itu sekaligus memenuhi solusi damai dua negara yang merdeka, berdaulat, berdemokrasi antara Palestina dan Israel. Batas negaranya dipatok seperti sebelum Perang Enam Hari antara Israel dan negara Arab pada 1967.
Baik Fatah maupun Hamas, kompak menyebut 138 negara mengakui mereka berdaulat. Selain Indonesia, Malaysia, dan negara mayoritas muslim Timur Tengah, pengakuan pun datang dari Afrika Selatan, Brasil, Argentina, sampai China.
Adapun, Uni Eropa dan Amerika Serikat berkukuh abstain terhadap status kedaulatan Palestina. Ini membuat Israel di atas angin selama 10 tahun terakhir, dan membikin negosiasi perdamaian tidak pernah terjadi dengan pola pikir dua negara yang setara.
Kini, angin tampaknya berbalik buat pendukung Palestina, baik dari faksi Fatah ataupun Hamas. Sebagian negara Eropa sudah mengubah sikap dengan tak lagi membela Negeri Zionis. Mayoritas atas tekanan rakyat mereka, yang menganggap penjajahan Isreal atas Palestina tidak dapat ditoleransi.
Diharapkan dengan dukungan baru dari beberapa negara Barat, manuver itu Palestina di PBB semakin bertaji memaksa Israel serius membahas solusi dua negara.
Negara Barat mana saja yang dulunya menolak mengakui Palestina sebagai negara merdeka berdaulat tapi lalu berubah mendukung? Simak ulasannya berikut ini :
1.
Swedia
Pemerintah Swedia bakal mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Ini menjadikan mereka negara Uni Eropa pertama mengambil langkah itu.
Kantor berita Reuters melaporkan, Sabtu (4/10), Perdana Menteri Swedia Stefan Lovren mengatakan konflik Israel-Palestina bisa diselesaikan dengan perundingan hukum internasional. "Dua negara ini butuh pengakuan setara dan hidup damai. Jika ini bisa dilaksanakan kami akan mengakui kedaulatan Palestina," ujar Lovren.
Sebelumnya Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada dua tahun lalu telah mengakui Palestina secara de facto. Namun beberapa negara termasuk Uni Eropa belum mengakuinya secara resmi.
Beberapa negara sebelum masuk jadi bagian Uni Eropa seperti Hungaria, Polandia, dan Slovakia juga pernah mengakui kedaulatan Palestina.
2. Polandia
Menteri Luar Negeri Polandia Radoslaw Sikorski menegaskan dukungan negaranya untuk kemerdekaan Palestina dalam jumpa pers di Ibu Kota Warsawa, November tahun lalu.
"Polandia mengakui kemerdekaan Palestina seperti pada awal tahun 1980-an dan kami terus mendukung aspirasi rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri berdaarkan solusi dua negara bersama Israel," kata Sikorski, seperti dilansir thenews, November tahun lalu.
Sikorski mengatakan dia memahami Israel harus mengamankan perbatasannya namun dia menilai pembangunan pemukiman Israel di tanah Palestina adalah ilegal.
3. Rusia
Rusia Ahad lalu menunjukkan sinyal akan menyetujui draf resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menetapkan batas waktu bagi kemerdekaan Palestina pada 2016.
Meski draf itu belum diajukan secara resmi namun Rusia, sebagai salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan, akan mendukung resolusi itu, seperti dilansir situs CNSNews.com, Senin (13/10).
"Kami pikir rakyat Palestina berhak menentukan nasibnya sendiri dengan mendirikan negara," kata Wakil menteri Luar negeri rusia Mikhail Bogdanov kepada wartawan di Kairo, Mesir, saat konferensi negara donor bagi pembangunan Gaza.
4. Prancis
Prancis mendukung Palestina sebagai negara berstatus non-anggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa dua tahun lalu.
"Kamis atau Jumat ini, Prancis akan memilih ya," ujar Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius di parlemen, seperti dilansir stasiun televisi Aljazeera, November dua tahun lalu.
Prancis ebagai salah satu dari negara anggota tetap Dewan Keamanan emnjadi negara Eropa pertama yang mendukung pembentukan negara Palestina.
5. Inggris
Parlemen Inggris tadi malam waktu setempat, menggelar pemungutan suara terkait penyebutan status Palestina. Hasilnya, wakil rakyat di Negeri Ratu Elizabeth mayoritas setuju Palestina adalah negara merdeka.
Surat kabar the Guardian, Selasa (14/10), mengumumkan 274 anggota parlemen rendah (house of commons) mengakui kedaulatan Palestina. Cuma 12 legislator menolak.
Pengakuan ini berkat lobi gigih Partai Buruh Inggris. Partai sayap kiri itu sejak dekade 1980-an sudah aktif menyebut Palestina dijajah oleh Israel.
Ketua Partai Buruh Ed Milliband, selaku pemimpin oposisi di Inggris, bahkan berhasil melobi Partai Konservatif yang sekarang memerintah untuk ikut mendukung voting pengakuan kedaulatan Palestina.
Pimpinan Partai Konservatif di Parlemen Inggris, Richard Ottoway, menyatakan, mayoritas pihaknya beralih mendukung agenda Partai Buruh karena kecewa melihat agresi Isreal selama beberapa tahun terakhir.
Inggris memang salah satu pendukung awal pendirian Israel setelah Perang Dunia II. Bahkan tanah di dekat dataran tinggi Golan yang jadi modal awal Israel adalah pemberian otoritas Britania Raya.
Ottoway melihat, pemimpin Negara Zionis sekarang enggan mencari perdamaian. Padahal nyaris seluruh dunia sepakat tidak ada jalan lain, kecuali berdiri dua negara sejajar di kawasan seputar Yerusalem. Bahkan dia kecewa melihat Israel masa bodoh menghancurkan pemukiman warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
"Saya harus katakan pada Israel. Jika mereka kehilangan dukungan orang seperti saya, maka mereka akan kehilangan sangat banyak pendukung lainnya," kata Ottoway.
Politikus Partai Buruh Grahame Morris Morris mengakui, ada sebagian politikus tak suka pada kekuasaan Hamas di Gaza, sehingga pengakuan kedaulatan jadi molor.
"Tapi kita harus lihat keadaan sekarang. Gaza sudah jauh lebih nestapa akibat konflik. Dan kita menyaksikan sendiri penyerobotan lahan di Tepi Barat oleh Israel sekarang paling parah dalam 30 tahun terakhir," ujarnya.
Post a Comment